HUMAS UNMUL - Apakah etika dengan bisnis terpisah? Apakah bisnis hanya mengagungkan hukum ekonomi yang hanya memaksimumkan keuntungan dengan biaya sekecil-kecilnya? Sementara mengorbankan pihak lain, termasuk dengan alam? Demikian perdebatan mendasar yang terangkum dalam acara Lokakarya Etika Bisnis yang diselenggarakan Kementerian Riset dan Teknologi RI bekerjasama dengan Universitas Mulawarman, Rabu (22/4).
Acara yang berlangsung di Gedung Rektorat Unmul ini mengangkat tema Model Etika Bisnis dalam Pemanfaatan Hasil Riset oleh Dunia Bisnis dan Industri. “Acara ini bertujuan untuk menangkap gagasan dan konsep etika bisnis dari kalangan akademisi,” ungkap Ir. Sri Setiowati, M.A, Asisten Deputi Ristek Bidang Etika Keilmuan dan Harmonisasi IPTEK, didampingi Pembantu Rektor IV Prof. Dr. Hj. Rusmilawati, IM. M.Si.
Sebagai pembicara hadir dari kalangan akademisi dan juga praktisi yang diwakili Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kaltim. Pembicara tersebut adalah Prof. Dr. Ir. Wawan Kustiawan, M.Sc.Agr (Ketua Lemlit Unmul), Dr. Sukisno Riyadi, S.E., M.M (Dosen Etika Bisnis FE Unmul), dan Drs. Jafar (Kadin Kaltim). Bertindak sebagai moderator, Chairil Anwar, S.E., M.A.
Sukisno mengkritik tajam pola interaksi bisnis dan lingkungan yang tidak beretika. “Eksploitasi alam dengan tidak mengindahkan etika berakibat fatal, seperti banjir parah di Samarinda ini,” ungkap Sukisno. Menurutnya bisnis yang hanya mengejar keuntungan semata adalah amoral. “Masalahnya pelanggaran etika bisnis dalam aplikasinya relatif tidak ada sanksi, sehingga tidak ada efek jera.”
Bahkan, kata Sukisno, sekarang ini justru ada kongsi penguasa, pengusaha, dan politisi untuk kepentingan pribadi dan saling melindungi. “Saya melihat memang selama ini ada ‘hidden deal’ antara mereka untuk kepentingan masing-masing,” tegas Sukisno tajam.
Sementara Wawan, melihat ada korelasi antara kegiatan bisnis yang berkembang dengan pesat dengan tuntutan praktek bisnis yang baik dan etis. Karenanya diperlukan model etika bisnis dan mekanisme tanggung jawab dalam pemanfaatan hasil-hasil riset IPTEK.
Jika demikian, apakah kode etik di lingkungan bisnis sudah ada? Kode etik di dunia usaha biasanya ada dua pembagian, pertama adalah asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi. “Untuk asosiasi perusahaan hanya menggunakan AD/ART dari asosiasi. Sementara untuk asosiasi profesi sudah punya kode etik seperti Asosiasi Sekretaris Indonesia, Asosiasi Akuntansi, Asosiasi Jasa Konstruksi, dan lainnya,” terang Jafar. Kadin sendiri selama ini hanya berfungsi sebagai katalisator dan intermediasi. “Mengenai kode etik di Kadin ini tidak ada, tapi aturan tentang etika ada misalnya jangan memonopoli, bersaing secara sehat, tidak menyuap, dan lainnya.”
Sumber : http://www.unmul.ac.id/index.php?view=article&catid=36%3Amonitor&id=174%3Adari-acara-lokakarya-etika-bisnis-kerja-sama-ristek-ri-dan-unmul&option=com_content&Itemid=27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar